Notification

×

Iklan

Iklan

Pimpinan Pesantren Berbuat Asusila, Kemenag Cabut Izin Operasional

Friday, December 10, 2021 | 10 December WIB Last Updated 2021-12-10T14:12:42Z

Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kemenag, Waryono 


Jakarta - Kementerian Agama mengambil langkah tegas dengan mencabut izin operasional Pesantren Manarul Huda Antapani, Bandung. 

Tindakan ini diambil karena pemimpinnya yang berinisial HW diduga melakukan tindakan pemerkosaan terhadap sejumlah santriwati Akibatnya beberapa santriwati hamil dan telah melahirkan.

Selain itu, Pesantren Tahfidz Quran Almadani yang juga diasuh HW ditutup. Lembaga ini belum memiliki izin operasional dari Kementerian Agama.


Dirjen Pendidikan Islam M Ali Ramdhani mengatakan, pemerkosaan adalah tindakan kriminal. Kemenag mendukung langkah hukum yang telah diambil kepolisian. Sebagai regulator, Kemenag memiliki kuasa administratif untuk membatasi ruang gerak lembaga yang melakukan pelanggaran berat seperti ini.

"Kita telah mengambil langkah administratif, mencabut izin operasional pesantren tersebut," kata Dirjen Pendis di Jakarta, Jumat (10/12/2021).

Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kemenag, Waryono mengungkapkan, pihaknya sejak awal telah mengawal kasus ini,  berkoordinasi dengan Polda Jawa Barat dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Jawa Barat. Langkah pertama yang sudah diambil adalah menutup dan menghentikan kegiatan belajar mengajar di lembaga pesantren tersebut.

Kemenag langsung memulangkan seluruh santri ke daerah asal masing-masing dan membantu mereka mendapatkan sekolah lain untuk melanjutkan belajarnya. Dalam hal ini, Kemenag bersinergi dengan madrasah-madrasah di lingkup Ditjen Pendidikan Islam Kementerian Agama.


Fakta-fakta Pemerkosaan 12 Santriwati oleh Guru Pesantren di Bandung


Kebrutalan guru agama Islam sekaligus pimpinan pesantren tahfiz cabul di Bandung terungkap dalam persidangan. 


Pria berinisial HW alias Herry Wirawan alias Abu Husna, pemilik pesantren rumah tahfidz berumur 36 tahun itu disorot lantaran diduga memperkosa belasan santriwatinya sendiri selama bertahun-tahun.


Diketahui, para korban selama ini ditempatkan dalam sebuah rumah yang dijadikan asrama ponpes yang dikelola oleh pelaku.


Selama lima tahun, sejak 2016 hingga 2021, mereka diperkosa berulang kali oleh terdakwa HW.


Setiap malamnya pelaku diketahui selalu menyetubuhi beberapa santriwatinya sekaligus dengan berbagay macam gaya.


Untuk memuluskan aksi bejatnya, pelaku membujuk rayu anak-anak di bawah umur itu dengan menjanjikan mereka akan disekolahkan hingga tingkat universitas swasta berbasis agama.


Korban yang masih berusia belasan tahun itu diperkosa di kamar pelaku di rumah Yayasan Pesantren Tahfiz Madani, Cibiru, Bandung. 


Di rumah tersebut merupakan tempat tinggal para santriwati. Herry beserta anak istrinya juga tinggal di sana.


Herry memperkosa para korban berulang kali dari rentang waktu bertahun-tahun. Dia merayu para korban dengan mengatakan istrinya tidak bisa lagi melayaninya, sehingga dia meminta korban untuk menggantikan istrinya. 


Korban yang ketakutan, histeris dan menangis, namun Herry tetap melanjutkan aksinya.


Dalam fakta persidangan terungkap bahwa anak-anak yang dilahirkan dari para korban diakui oleh terdakwa sebagay anak yatim piatu dan dijadikan alat oleh pelaku untuk meminta donasi amal jariyah kepada sejumlah donatur dan hamba alloh.


Dalam surat dakwaan jaksa yang berhasil didapatkan awak media, salah satu korban bahkan dipaksa untuk melayani nafsu bejatnya meski sedang menstruasi.


Ketika korban sedang haid terdakwa dengan cara paksa dan kasar terus menyuruh anak korban untuk terus melayani nafsu bejat terdakwa untuk berhubungan intim , demikian tertulis dalan surat dakwaan.


Tak hanya itu, dana Kartu Indonesia Pintar (KIP) program andalan Presiden Joko Widodo milik para korban juga ditilep oleh pelaku. 


Salah satu saksi juga memberikan keterangan bahwa ponpes mendapatkan dana BOS yang cukup besar, namun penggunaannya tidak jelas.


Dari 12 orang anak di bawah umur yang disetubuhi pelaku tanpa menggunakan alat kontrasepsi karena dianggap haram, 7 di antaranya telah melahirkan anak pelaku.


Seluruh anak-anak haram hasil persetubuhan di luar nikah tersebut diakui sebagay anak yatim piatu dan dipakai untuk mengais donasi oleh pelaku.


Tidak hanya itu, para korban selain disetubuhi juga dipaksa dan dipekerjakan sebagay kuli bangunan untuk membangun gedung pesantren syariah milik pelaku di daerah Cibiru, Jawa Barbar.


sembur: detikcom


catatan:

Dalam penanganan kasus ini, LPSK saat ini melindungi 29 orang terdiri dari pelapor, saksi dan korban dari ancaman para  pembela terdakwa saat memberikan keterangan dalam persidangan dugaan tindak pidana persetubuhan terhadap anak di bawah umur ini.


Saat ini, ustaz biadab itu sedang disidangkan Pengadilan Negeri Kelas 1A Khusus Bandung.


Terungkapnya kasus ini menjadi viral di media sosial dan memicu kemarahan warganet.





×
Berita Terbaru Update