MATERI GEOGRAFI KELAS X BAB 2 : Dasar-Dasar Pemetaan, Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografi
A. PENGERTIAN PETA
Peta adalah gambaran konvensional dari permukaan bumi yang diperkecil sesuai kenampakannya dari atas.
Ada beberapa ahli kartografi menjelaskan pengertian peta sebagai berikut.
1.
ICA (International Cartographic Association)
Peta adalah gambaran atau representasi unsur-unsur ketampakan abstrak yang
dipilih dari permukaan bumi yang ada kaitannya dengan permukaan bumi atau
benda-benda angkasa, yang pada umumnya digambarkan pada suatu bidang datar dan
diperkecil/diskalakan
2.
Soetardjo Soerjosoemarno
Peta
adalah suatu lukisan dengan tinta dari seluruh atau sebagian permukaan bumi
yang diperkecil dengan perbandingan ukuran yang disebut skala.
3.
Erwin Raisz
Peta
adalah gambaran konvensional dari ketampakan muka bumi yang diperkecil seperti
ketampakannya kalau dilihat vertikal dari atas, dibuat pada bidang datar dan
ditambah tulisan-tulisan sebagai penjelas.
4.
Aryono Prihandito
Peta
merupakan gambaran permukaan bumi dengan skala tertentu, digambar pada bidang
datar melalui sistem proyeksi tertentu.
4.
Bakosurtanal (2005)
Peta
merupakan wahana bagi penyimpanan dan penyajian data kondisi lingkungan,
merupakan sumber informasi bagi para perencana dan pengambilan keputusan pada
tahapan dan tingkatan pembangunan.
. Komunikasi informasi ruang.
B. JENIS PETA
Berdasarkan
skalanya, peta dibagi menjadi empat, yakni:
1. Peta Kadaster
peta yang mempunyai skala antara 1:100 hingga 1:5.000. Peta
semacam ini dipakai untuk membuat peta dalm sertifikat kepemilikan tanah.
2. Peta Skala
Besar
Peta skala besar adalah peta yang mempunyai
skala antara 1:5.000 hingga 1:250.000. Peta ini digunakan untuk menggambarkan
wilayah-wilayah yang relatif sempit, misalnya peta Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
3. Peta Skala
Sedang
Peta skala sedang adalah peta yang mempunyai skala antara 1:250.000 hingga 1:500.000.
Peta jenis ini digunakan untuk
menggambarkan wilayah yang agak luas, misalnya peta Provinsi Jawa Tengah dan
Peta Provinsi Kalimantan Selatan .
4. Peta Skala
Kecil
Peta skala kecil adalah peta yang mempunyai skala antara 1:500.000
hingga 1:1.000.000. Peta jenis ini digunakan untuk menggambarkan daerah-daerah
yang cukup luas, biasanya berupa negara. Misalnya peta wilayah Republik
Indonesia
5. Peta Geografi
Peta skala geografi adalah peta yang mempunyai
skala lebih kecil dari 1:1.000.000. Peta ini digunakan untuk menggambarkan
kelompok negara, benua, atau seluruh dunia.
Berdasarkan objek yang disajikan, peta dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Peta Statis
peta yang menggambarkan keadaan relatif tetap
atau jarang berubah. Misalnya peta jenis tanah, peta administrasi suatu wilayah
desa atau peta perkotaan, dan peta geologi.
2. Peta Dinamis
peta yang isinya menggambarkan keadaan yang dinamis atau cepat
berubah.
Misalnya peta transmigrasi, peta urbanisasi, peta perencanaan wilayah kota, dan
peta tata guna lahan.
Berdasarkan isi data yang disajikan, peta dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Peta Umum
adalah peta yang menggambarkan keadaan permukaan bumi secara umum.
Dalam peta ini, ditampilkan seluruh kenampakan yang ada di permukaan bumi, baik
bersifat alamiah (misalnya sungai, danau, gunung, lautan, hutan, dan lain-lain)
maupun buatan manusia (misalnya jalan raya, kota, pelabuhan, perkebunan, dan
lain-lain).
Contoh peta umum, antara lain: peta dunia, peta korografi, peta rupa bumi, dan
peta topografi.
2. Peta Khusus
Peta khusus disebut juga peta tematik adalah peta yang
menggambarkan kenampakan tertentu (khusus) yang ada di permukaan bumi.
Pada peta ini penggunaan simbol merupakan ciri yang ditonjolkan sesuai tema
yang dinyatakan pada judul peta.
Beberapa contoh peta tematik, antara lain: peta iklim, peta jenis tanah, peta
geologi, peta penggunaan lahan, peta persebaran penduduk, dan lain-lain.
Garis tepi peta merupakan garis untuk membatasi ruang peta dan untuk meletakkan garis astronomis, secara beraturan dan benar pada peta. Biasanya garis ini dibuat rangkap dua dan tebal.
Garis astronomis terdiri atas garis lintang dan garis bujur yang digunakan untuk menunjukkan letak suatu tempat atau wilayah yang dibentuk secara berlawanan arah satu sama lain sehingga membentuk vektor yang menunjukan letak astronomis.
Pada umumnya, arah utara ditunjukkan oleh tanda panah ke arah atas peta. Letaknya di tempat yang sesuai jika ada garis lintang dan bujur, koordinat dapat sebagai petunjuk arah.
Skala adalah perbandingan jarak pada peta dengan jarak sesungguhnya di lapangan. Skala ditulis di bawah judul peta, di luar garis tepi, atau di bawah legenda.
Skala angka. Misalnya 1 : 2.500.000. artinya setiap 1 cm jarak dalam peta sama dengan 25 km satuan jarak sebenarnya.
Skala garis. Skala ini dibuat dalam bentuk garis horizontal yang memiliki panjang tertentu dan tiap ruas berukuran 1 cm atau lebih untuk mewakili jarak tertentu yang diinginkan oleh pembuat peta.
Skala verbal. Yakni skala yang ditulis dengan kata-kata.
7. SIMBOL
Simbol peta adalah tanda atau gambar yang mewakili kenampakan yang ada di permukaan bumi yang terdapat pada peta kenampakannya, jenis-jenis simbol peta antara lain:
Simbol titik, digunakan untuk menyajikan tempat atau data posisional
Simbol garis, digunakan untuk menyajikan data yang berhubungan dengan jarak
Simbol area, digunakan untuk mewakili suatu area tertentu dengan simbol yang mencakup area tertentu
8. WARNA PETA
Warna peta digunakan untuk membedakan kenampakan atau objek di permukaan bumi, memberi kualitas atau kuantitas simbol di peta, dan untuk keperluan estetika peta.
Hijau: menunjukkan suatu daerah yang memiliki ketinggian kurang dari 200 m dpl.
Cokelat muda : menunjukkan daerah yang mempunyai ketinggian antara 1000–1500 m di atas permukaan air laut.
Cokelat: menunjukkan daerah yang mempunyai ketinggian lebih dari 1500 m di atas permukaan air laut.
Biru muda: menunjukkan wilayah perairan laut yang mempunyai kedalaman antara 200–2000 m. Bentuk muka bumi dasar laut di wilayah ini didominasi oleh bentukan lereng yang relatif terjal. Wilayah ini merupakan kelanjutan dari zona neritik. Namun wilayah ini tidak tergambar dalam peta umum.
Biru tua : menunjukkan wilayah perairan laut dengan kedalaman lebih dari 2000 m.
9. LETTERING
Lettering berfungsi untuk mempertebal arti dari simbol-simbol yang ada. Macam penggunaan lettering:
Obyek Hipsografi ditulis dengan huruf tegak warna hitam, contoh: Surakarta
Obyek Hidrografi ditulis dengan huruf miring warna biru, contoh: Laut Jawa
10. INSET
Inset adalah peta kecil yang disisipkan di peta utama.
K. SUMBER DAN TAHUN PEMBUATAN
D. KETERAMPILAN
PEMBUATAN PETA
alam Pembuatan
suatu peta, khususnya peta tematik diperlukan beberapa tahapan atau proses,
yang dimulai dari persiapan (pengumpulan data), pengolahan data, sampai
pencetakan dalam wujud peta tematik. Proses pembuatan peta meliputi secara
sederhana dapat dilakukan dengan 3 tahapan, sebagai berikut.
1. Tahap Pengumpulan Data
Data-data geografis yang
digunakan sebagai sumber dari pembuatan peta ada dua macam yaitu sumber primer
dan sumber sekunder.
1.
Sumber data primer adalah sumber data yang diperoleh dengan cara
observasi secara langsung di lapangan dengan cara pengukuran, pengamatan,
pembuatan sketsa, dan wawancara terhadap penduduk setempat.
2.
Sumber data sekunder adalah sumber data yang diperoleh dengan
cara observasi secara tidak langsung, artinya data diperoleh dari foto, peta,
dan dokumentasi yang sudah ada pada suatu instansi terkait. Misalnya data
sekunder dari dokumentasi milik Direktorat Topografi (Dittop) TNI-AD, Pusat
Survei Pemetaan (Pussurta), Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Pertanahan
Negara (BPN), Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG), Dinas Pertanian, Dinas
Pertambangan, dan lembaga-lembaga lain atau lembaga pemerintah setempat.
2. Tahap Pemetaan atau Penyajian
Data
Data yang telah terkumpul dapat
dianalisis dengan komputer dan hasilnya disimpan, selanjutnya hasil analisis
data tersebut dicocokkan kembali dengan keadaan di lapangan. Tahap ini diawali
dengan menyiapkan peta dasar untuk digandakan menjadi peta baru yang akan
digunakan untuk peta tematik. Proses menggambar peta dasar menjadi peta yang
baru dapat dilakukan dengan cara memfotokopi atau disalin/digambar pada kertas
yang lain dengan menggunakan pantograph, atau dengan garis-garis koordinat
(kotak-kotak).
Setelah peta dasar selesai
dibuat, langkah berikutnya adalah penyajian data dengan cara menggambarkan
simbol-simbol yang sesuai antara objek geografis di lapangan dengan objek di
peta. Misalnya simbol arsir bertingkat, simbol lingkaran, simbol batang, atau
simbol gambar. Simbol peta tematik hendaknya dirancang dengan baik, benar, dan
sesuai, agar tujuan pemetaan dapat tercapai, menarik, bersih, dan mudah dibaca.
3. Penyajian Kembali dalam
Bentuk Grafis
Pada tahap ini dilakukan
pemasukan atau input data yang telah diperoleh dari lapangan, sehingga dapat
diinformasikan kepada pembaca peta dalam bentuk grafis. Misal peta persebaran
jumlah penduduk kecamatan X tahun 2006 diperoleh data jumlah penduduk
Pembuatan suatu peta harus
memenuhi beberapa persyaratan, antara lain sebagai berikut.
1.
Peta harus conform, artinya bentuk-bentuk daerah, pulau, dan
benua yang digambar pada peta harus sama seperti bentuk aslinya di permukaan
bumi.
2.
Peta harus ekuivalen, artinya daerah yang digambar harus sama
luasnya jika dikalikan dengan skala peta.
3.
Peta harus ekuidistan, artinya jarak yang digambar di peta harus
tepat perbandingannya dengan jarak sesungguhnya di permukaan bumi setelah
dikalikan dengan skala.
4.
Data yang disajikan harus lengkap dan teliti.
5.
Peta yang tersaji tidak membingungkan dan mudah dimengerti
maksudnya.
6.
Peta harus rapi, indah, dan menarik
E. PROYEKSI PETA
Penggambaran
bentuk permukaan bumi yang melengkung jika digambarkan pada bidang datar pasti
akan mengalami kesalahan.
Untuk menghindari atau memperkecil kesalahan, dipilihlah cara penggambaran peta
dengan proyeksi.
Proyeksi peta adalah cara pemindahan permukaan bumi yang melengkung ke bidang
datar.
Agar peta yang dibuat dengan baik, terdapat tiga kategori jenis proyeksi yang
dapat digunakan, yaitu harus conform, equivalent, dan equidistant.
Conform
Conform artinya bentuk-bentuk bidang daerah. pulau, dan benua yang digambar
pada peta harus sesuai dengan bentuk aslinya di alam.
Equivalent
Equivalent artinya daerah-daerah atau bidang-bidang yang digambarkan harus
sebanding luasnya dengan apa yang terdapat di alam
Equidistant
Equidistant artinya jarak-jarak yang digambarkan pada peta harus tepat
perbandingannya dengan keadaan sesungguhnya.
Berdasarkan jenis proyeksinya, proyeksi peta dibedakan atas 4 jenis, yaitu
proyeksi zenital (zenital), proyeksi silinder (cylindrical), proyeksi kerucut
(conic), dan proyeksi unik (unique).
1. Proyeksi Zenital
Proyeksi zenital adalah proyeksi dengan bidang proyeksi berupa bidang datar
yang menyinggung bola bumi
Berdasarkan arah sinar, proyeksi zenithal dibedakan sebagai berikut:
a. Proyeksi
Zenithal Gnomonis
Proyeksi ini disebut proyeksi sentral karena titik sumber
proyeksinya terletak pada pusat sumbu bola bumi. Dengan kata lain, proyeksi
zenital gnomonis merupakan proyeksi pada bidang datar dengan sumbu utamanya
terletak di ekuator.
b. Proyeksi
Zenithal Stereografis
Merupakan salah satu proyeksi zenital dengna titik sumber
proyeksinya terletak di kutub yang berlawanan dari titik singgung bidang
proyeksi dengan kutub bola bumi.
c. Proyeksi
Zenithal Ortografis
Proyeksi zenital ortografis dengan titik sumber proyeksi terletak
tak terhingga, sehingga sinar proyeksi merupakan garis-garis yang sejajar.
Lingkaran paralel akan diproyeksikan dengna keliling yang benar (ekudistan).
Jarak antarlingkaran paralel akan mengecil jika semakin jauh dari pusat.
Berdasarkan Sudut Distorsi (penyimpangan) yang diakibatkan, proyeksi zenital
dibedakan sebagai berikut:
a. Proyeksi
Zenithal Ekuidistan
Merupakann proyeksi yang mementingkan atau mengutamakan jarak.
Jarak yang ada pada peta hasil proyeksi harus tepat perbandingannya dengan keadaan
yang sebenarnya.
b. Proyeksi
Zenithal Ekuivalen
Merupakan salah satu proyeksi yang mementingkan
luas bidang atau daerah yang diproyeksikan. Luas bidang atau daerah yang
digambarkan dalam proyeksi harus sebanding luasnya dengan apa yang ada pada
keadaan sebenarnya di alam.
c. Proyeksi
Zenithal Konform
Merupakan proyeksi yang menggambarkan bentuk
daerah atau bidang yang digambarkan di peta harus sebanding dengan keadaan
sesungguhnya.
2. Proyeksi Silinder
Proyeksi silinder adalah keadaan ketika semua paralel berupa garis horisontal
dan semua meridian berupa garis lurus vertikal. Proyeksi ini paling tepat untuk
menggambarkan daerah ekuator, sebab di arah kutub terjadi pemanjangan garis
(pemekaran).
3. Proyeksi Kerucut
Proyeksi kerucut diperoleh dengan memproyeksikan bola bumi pada kerucut
yang menyinggung atau memotong bola bumi. Bindang kerucut itu kemudian dibuka
sehingga bentangannya ditentukan oleh sudut puncaknya.
4. Proyeksi Unik
Proyeksi unik adalah cara memproyeksikan permukaan bumi yang lengkung pada
bidang datar yang dikembangkan para ahli kartografi.
Beberapa contoh proyeksi unik sebagai berikut:
a. Proyeksi omolografik Mollweide
Proyeksi ini dikembangkan oleh Karl. B. Mollweide pada tahun 1805.
b. Proyeksi Homolosine Goode
Proyeksi ini dikembangkan oleh Dr. Paul Goode pda tahun 1023.
c. Proyeksi Eckart IV
Proyeksi ini dikembangkan oleh Prof. Eckert-Greifendorff, seorang ahli geografi
berkebangsaan Jerman.
F. PENGERTIAN
PENGINDERAAN JAUH
Istilah Penginderaan Jauh (remote
sensing) pertama kali diperkenalkan oleh Parker di Amerika Serikat pada akhir
tahun 1950-an dari Instansi Kelautan Amerika Serikat.
Pada awal tahun 1970-an, istilah serupa juga digunakan di Prancis dengan
sebutan teledetection, di Jerman dengan istilah fenerkundung serta di Spanyol
dengan istilah teleperception.
Beberapa ahli mendefinisikan penginderaan jauh sebagai berikut.
Lilesand dan Kiefer (1979)
Penginderaan Jauh adalah ilmu atau seni untuk memperoleh informasi tentang
objek, daerah, atau gejala dngan jalan menganalisis data yang diperoleh dengan
menggunakan alat tanpa kontal langsung terhadap objek atau gejala yang dikaji.
Lindgren (1985)
Penginderaan Jauh adalah berbagai teknik yang dikembangkan untuk memperoleh dan
mengatasi tentang bumi.
American Society of Photogrametry
Penginderaan Jauh adalah pengukuran atau perolehan informasi dari beberapa
sifat objek atau fenomena dengan menggunakan alat perekam yang secara fisik
tidak terjadi kontak langsung dengan objek atau fenomena yang dikaji.
G. KOMPONEN PENGINDERAAN
JAUH
1. Sumber Tenaga
Dalam Penginderaan Jauh harus ada sumber tenaga, baik sumber
tenaga alamiah maupun sumber tenaga buatan.
Tenaga ini mengenai obyek di permukaan bumi yang kemudian dipantulkan ke
sensor.
Ia juga dapat berupa tenaga dari obyek yang dipancarkan ke sensor.
Pengumpulan data dalam penginderaan jauh dilakukan dari jarak jauh dengan
menggunakan sensor buatan.
Oleh karena itu, diperlukan tenaga peng hubung yang membawa data objek ke
sensor. Data tersebut di kumpulkan dan direkam melalui tiga cara dengan variasi
sebagai berikut.
Distribusi daya (force), contohnya Gravitometer mengumpulkan data yang
berkaitan dengan gaya tarik bumi.
Distribusi gelombang bunyi, contohnya Sonar digunakan untuk mengumpulkan data
gelombang suara dalam air.
Distribusi gelombang elektromagnetik, contohnya kamera untuk mengumpulkan data
yang berkaitan dengan pantulan sinar.
Penginderaan jauh yang menggunakan tenaga buatan disebut sistem penginderaan
jauh aktif. Hal ini didasarkan bahwa perekaman objek pada malam hari diperlukan
bantuan tenaga di luar matahari.
Proses perekaman objek tersebut melalui pancaran tenaga buatan yang disebut
tenaga pulsar yang berkecepatan tinggi karena pada saat pesawat bergerak tenaga
pulsar yang dipantulkan oleh objek direkam.
Oleh karena tenaga pulsar memantul, pantulan yang tegak lurus memantulkan
tenaga yang banyak sehingga rona yang terbentuk akan berwarna gelap.
Adapun tenaga pantulan pulsa radar kecil, rona yang terbentuk akan cerah.
Sensor yang tegak lurus dengan objek membentuk objek gelap disebut near range,
sedangkan yang membentuk sudut jauh dari pusat perekaman disebut far range.
Dalam penginderaan jauh harus ada sumber tenaga yaitu matahari yang merupakan
sumber utama tenaga elektro magnetik alami.
Penginderaan jauh dengan memanfaatkan tenaga alamiah disebut penginderaan jauh
sistem pasif.
2. Atmosfer
Atmosfer bersifat selektif terhadap panjang gelombang sehingga
hanya sebagian kecil tenaga elektromagnetik yang dapat mencapai permukaan bumi
dan dimanfaatkan untuk penginderaan jauh.
Bagian spektrum elektromagnetik yang mampu melalui atmosfer dan dapat mencapai
permukaan bumi disebut jendela atmosfer.
Jendela atmosfer yang paling dikenal orang dan digunakan dalam penginderaan
jauh hingga sekarang spektrum tampak yang dibatasi oleh gelombang 0,4 m s/d 0,7
m.
Tenaga elektromagnetik dalam jendela atmosfer tidak seluruhnya dapat mencapai
permukaan bumi secara utuh karena sebagian terhalang oleh atmosfer.
Hambatan ini terutama disebabkan oleh butir- butir yang ada di atmosfer,
seperti debu, uap air, dan berbagai macam gas.
Proses penghambatannya dapat terjadi dalam bentuk serapan, pantulan, dan
hamburan.
3. Interaksi
Antara Tenaga dan Objek
Tiap objek memiliki karakteristik tertentu dalam memantulkan atau
memancarkan tenaga ke sensor.
Pengenalan obyek pada dasarnya dilakukan dengan menyidik (tracing)
karakteristik spektral obyek yang tergambar pada citra.
Obyek yang banyak memantulkan/memancarkan tenaga akan tampak cerah pada citra,
sedang obyek yang pantulannya/pancarannya sedikit tampak gelap.
Meskipun demikian, pada kenyataanya tidak sesederhana ini.
Ada obyek yang berlainan tetapi mempunyai karakteristik spektral sama atau
serupa sehingga menyulitkan pembedaanya dan pengenalannya pada citra.
Hal ini dapat diatasi dengan menyidik karakteristik lain selain karakteristik
spektral, seperti misalnya bentuk, ukuran, dan pola.
4. Sensor
Tenaga yang datang dari obyek di permukaan bumi diterima dan
direkam oleh sensor. Tiap sensor mempunyai kepekaan tersendiri terhadap bagian
spektrum elektromagnetik.
Disamping itu juga kepekaanya berbeda dalam merekam obyek terkecil yang masih
dapat dikenali dan dibedakan terhadap obyek lain atau terhadap lingkungan
sekitarnya.
Kemampuan sensor untuk menyajikan gambaran obyek terkecil ini disebut resolusi
spasial. Resolusi spasial ini merupakan petunjuk bagi kualitas sensor.
Semakin kecil obyek yang dapat direkam olehnya, semakin baik kualitas
sensornya.
Berdasarkan atas proses perekamannya, sensor dibedakan atas sensor fotografik
dan sensor elektromagnetik.
1. Sensor Fotografik
Pada sensor fotografik, proses perekamannya berlangsung dengan cara kimiawi.
Tenaga elektromagnetik diterima dan direkam pada lapisan emulsi film yang
dilakukan dari pesawat udara atau wahana lainnya.
Fotonya disebut foto satelit atau foto orbital. Jadi, dalam proses ini film
berfungsi sebagai penerima tenaga dan sekaligus sebagai alat perekamannya.
Jika pemotretan dilakukan dari pesawat udara atau wahana lainnya,
citranya disebut foto udara. Jika pemotretannya dilaku kan melalui antariksa,
citranya disebut citra orbital atau foto satelit.
2. Sensor Elektrik
Berbeda dengan sensor fotografik, sensor elektronik menggunakan tenaga elektrik
dalam bentuk sinyal elektrik.
Alat penerima dan perekamnya berupa pita magnetik atau detektor lainnya, buka
film.
Sinyal elektrik yang direkam pada pita magnetik ini kemudian dapat diproses
menjadi data visual maupun menjadi data digital yang siap dikomputerkan.
Pemrosesannya menjadi citra dapat dilakukan dengan dua cara, yakni dengan
memotret data yang direkam oleh pita magnetik yang telah diujudkan secara
visual pada sejenis layar televisi, atau dengan menggunakan film perekam
khusus.
Hasil akhirnya memang berupa foto dengan sebagai alat perekamnya, akan tetapi
film disini hanya berfungsi sebagai alat perekam saja, bukan sebagai alat
penerima tenaga secara langsung yang sekaligus sebagai alat perekam.
Oleh karena itu, hasil akhirnya tidak disebut foto udara, melainkan disebut
citra penginderaan jauh yang untuk mudahnya disingkat dengan citra.
Citra meliputi semua gambaran visual planimetrik yang diperoleh dengan jalan
penginderaan jauh. Jadi foto udara termasuk citra, akan tetapi tidak semua
citra berupa foto udara.
Kepekaan sensor tidak sama. Sensor fotografik hanya peka terhadap spektrum
tampak (0,4 μm - 0,7μm) dan perluasannya, yaitu spektrum ultraviolet dekat
(0,3μm - 0,4μm) dan spektrum inframerah dekat (0,7μm - 0,9μm).
Sensor elektronik lebih besar kepekaanya, yakni meliputi spektrum tampak dan
perluasannya, spektrum inframerah termal, dan spektrum gelombang mikro.
5. Perolehan Data
Perolehan
data bisa dilakukan manual maupun secara visual, maupun dengan numerik atau
digital. Perolehan data dengan cara manual yaitu dengan cara menginterpretasi
foto udara secara visual.
6. Pengguna Data
Tingkat
kemampuan dari penerapan sistem penginderaan jauh ditentukan oleh pengguna
data. Kemampuan pengguna data dalam menerapkan hasil penginderaan jauh juga
dipengaruhi oleh pengetahuan yang mendalam tentang disiplin ilmu masing-masing
maupun cara pengumpulan data dari sistem penginderaan jauh.
H. JENIS CITRA
PENGINDERAAN JAUH
Citra merupakan
gambaran yang terekam oleh kamera atau sensor.
Data indraja juga berupa data visual yang pada umumnya dianalisis secara manual.
Data visual dibedakan menjadi dua, yaitu data citra dan data noncitra.
Data citra dalah berupa gambaran yang mirip dengan wujud aslinya atau minimal
berupa gambaran planimetri. Data noncitra pada umumnya berupa garis atau
grafik.
Citra indraja adalah gambaran suatu gejala atau objek sebagai hasil rekaman
dari sebuah sensor, baik dengan cara optic, elekrooptik, maupun elektronik.
Citra dibedakan menjadi dua, yaitu citra foto (photographic image) atau foto
udara dan citra nonfoto (nonphotographic image)
CITRA FOTO
Citra foto adalah gambaran suatu gejala di permukaan bumi sebagai hasil
pemotretan dengan menggunakan kamera. Citra foto dibedakan atas dasar spectrum
elektromagnetik yang digunakan, posisi sumbu kamera, sudut liputan kamera,
jenis kamera, wahana yang digunakan, dan system wahananya.
1) Spektrum Elektromagnetik yang Digunakan
Berdasarkan spectrum elektromagnetik yang digunakan, citra foto dibedakan
menjadi 5 jenis, yaitu sebagai berikut.
- Citra
foto ultraviolet, yaitu foto yang dibuat dengan menggunakan spectrum
ultraviolet.
- Citra
foto ortokromatik, yaitu citra foto yang dibuat dengan menggunakan
spectrum tampak dari warna biru hingga sebagian warna hijau.
- Citra
foto inframerah modifikasi, yaitu citra foto yang dibuat dengan
menggunakan spectrum tampak dari warna merah dan sebagian warna
hijau.
- Citra
inframerah asli, yaitu citra foto yang dibuat dengan menggunakan spektrum
inframerah.
- Citra
foto pankromatik, yaitu citra foto yang dibuat demgan menggunakan seluruh
spektrum tampak.
2) Posisi Sumbu Kamera
Berdasarkan posisi sumbu kamera terhadap permukaan bumi citra foto dibedakan
menjadi dua jenis, yaitu citra foto vertical dan citra foto condong.
- Citra
foto vertikal, yaitu citra foto yang dibuat dengan posisi sumbu kamera
tegak lurus terhadap permukaan bumi. kemiringan sumbu kamera sebesar 10 -
40
- Citra
foto condong, yaitu citra foto yang dibuat dengan posisi sumbu kamera
miring, umumnya membentuk sudut sebesar 100 atau lebih.
3) Jenis Kamera
Berdasarkan kamera yang digunakan, citra foto dibedakan menjadi dua jenis,
yaitu citra foto tunggal dan citra foto jamak.
- Citra
foto tunggal, yaitu citra foto yang dibuat dengan kamera tunggal. Oleh
karena itu, setiap objek hanya tergambar dalam satu lembar foto.
- Citra
foto jamak, yaitu citra foto yang dibuat pada saat yang sama dan
menggambarkan objek liputan yang sama.
4) Warna yang Digunakan
Berdasarkan warna yang digunakan, citra foto berwarna dibedakan menjadi 2,
yaitu citra foto warna asli (true color) dan citra foto warna semua (false
color).
5) Sistem Wahana
Berdasarkan wahana yang digunakan, citra foto dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu
citra foto udara dan citra foto satelit.
- Citra foto
udara, yaitu citra foto yang dibuat dengan menggunakan wahana yang
bergerak di udara, contohnya laying-layang, balon udara, dan pesawat
terbang.
- Citra foto
satelit, yaitu citra foto yang dibuat dengan menggunakan wahana yang
bergerak di ruang angkasa, umumnya satelit.
CITRA NON FOTO
Citra nonfoto adalah gambar atau citra tentang suatu objek yang dihasilkan oleh
sensor bukan kamera dengan cara memindai (scanning). Citra nonfoto dibedakan
atas dasar spectrum elektromagnetik yang digunakan, sensor yang digunakan, dan
wahana yang digunakan.
1) Spektrum Elektromagnetik yang Digunakan
Berdasarkan spektrum elektromagnetik yang digunakan, citra nonfoto dibedakan
menjadi 3 jenis, yaitu citra inframerahtermal, citra radar, dan citra gelombang
mikro.
- Citra
inframerah termal, yaitu citra yang dibuat dengan menggunkan spectrum
inframerah termal.
- Citra radar,
yaitu citra yang dibuat dengan menggunakan spectrum gelombang mikro dan
sumber tenaga buatan.
- Citra
gelombang mikro, yaitu citra yang dibuat dengan menggunakan spectrum
gelombang mikro.
2) Sensor yang Digunakan
Berdasarkan sensor yang digunakan, citra nonfoto dibedakan menjadi 2, yaitu
citra tunggal dan citra multispektral.
- Citra
tungal, yaitu citra yang dibuat dengan dengan menggunakan sensor
tunggal.
- Citra
multipektral, yaitu citra yang dibuat dengan menggunakan sensor saluran
jamak.
3) Wahana yang Digunakan
Berdasarkan wahana yang digunakan, citra nonfoto dibedakan menjadi 2, yaitu
citra dirgantara dan citra satelit.
Citra
dirgantara
Citra dirgantara yaitu citra yang dibuat dengan menggunakan wahana yang
beroperasi di udara atau dirgantara
Citra satelit
Citra satelit yaitu citra yang dibuat dengan menggunakan wahana yang beroperasi
di antariksa. Citra ini dibedakan menurut penggunaanya, sebagai berikut:
- Citra
satelit untuk penginderaan jauh
- Citra
satelit untuk penginderaan cuaca
- Citra
satelit untuk penginderaan sumber daya bumi
- Citra
satelit untuk penginderaan laut
I. INTERPRETASI
CITRA
Unsur-unsur interpretasi citra sebagai
berikut:
1.
Rona (tone/color tone/grey tone) adalah tingkat kegelapan atau kecerahan obyek
pada citra.
Rona pada foto pankromatik merupakan atribut bagi obyek yang berinteraksi
dengan seluruh spektrum tampak yang sering disebut sinar putih, yaitu spektrum
dengan panjang gelombang (0,4 - 0,7) μm.
Di dalam penginderaan jauh, spektrum demikian disebut spektrum lebar. Jadi,
rona merupakan tingkatan dari hitam ke putih atau sebaliknya.
Warna ialah wujud yang tampak oleh mata dengan menggunakan spektrum sempit,
lebih sempit dari spektrum tampak.
Sebagai contoh, obyek tampak biru, hijau, atau merah bila ia hanya memantulkan
spektrum dengan panjang gelombang (0,4-0,5)μm, (0,5-0,6)μm, atau (0,6-0,7)μm.
Warna Berdasarkan Pantulan
a = tampak biru karena memantulkan saluran biru
b = tampak kuning karena menyerap sinar biru
Sebaliknya bila obyek menyerap sinar biru maka ia akan memantulkan warna hijau
dan merah. Sebagai akibatnya maka obyek akan tampak dengan warna kuning.
Berbeda dengan rona yang hanya menyajikan tingkat kegelapan di dalam ujud hitam
putih, warna menunjukkan tingkat kegelapan yang lebih beraneka.
Ada tingkat kegelapan di dalam warna biru, hijau, merah, kuning, jingga, dan
warna lainnya.
Meskipun tidak menjelaskan cara pengukurannya, Ester et al. (1983) mengutarakan
bahwa mata manusia dapat membedakan 200 rona dan 20.000 warna.
Pernyataan ini mengisyaratkan bahwa pembedaan obyek pada foto berwarna lebih
mudah bila dibandingkan dengan pembedaan obyek pada foto hitam putih.
Pernyataan yang senada dapat diutarakan pula, yakni pembedaan obyek pada citra
yang menggunakan spektrum sempit lebih mudah darpada pembedaan obyek pada citra
yang dibuat dengan spektrum lebar, meskipun citranya sama-sama tidak berwarna.
Asas inilah yang mendorong orang untuk menciptakan citra multispektral.
Rona dan warna disebut unsur dasar. Hal ini mencerminkan betapa pentingnya rona
dan warna di dalam mengenali obyek.
Tiap obyek tampak pertama pada citra berdasarkan rona atau warnanya.
Setelah rona atau warna yang sama dikelompokkan dan diberi garis batas untuk
memisahkannya dari rona atau warna yang berlainan, barulah tampak bentuk,
tekstur, pola, ukuran dan bayangannya.
Itulah sebabnya maka rona dan warna disebut unsur dasar.
Mengingat pentingnya rona dan warna sebagai unsur dasar, maka perbincangannya
akan melebihi unsur interpretasi lainnya.
Perbincangan rona akan meliputi: (1) cara pengukuran rona, (2) faktor yang
mempengaruhi rona, (3) cara pengukuran warna, (4) faktor yang mempengaruhi
warna.
2. Bentuk
Mencerminkan konfigurasi atau kerangka obyek, baik bentuk umum
(shape) maupun bentuk rinci (form) untuk mempermudah pengenalan data.
3. Ukuran
Ukuran adalah atribut obyek yang antara lain berupa jarak, luas,
volume lereng, ketinggian tempat dan kemiringan.
Ukuran dapat mencirikan obyek sehingga dapat dijadikan sebagai ciri pembeda
dengan obyek lainnya
Karena ukuran obyek pada ctra merupakan fungsi skala, maka di dalam
memanfaatkan ukuran sebagai unsur interpretasi citra harus selalu diingat
skalanya.
Contoh:
Ukuran rumah sering mencirikan apakah rumah itu rumah mukim, kantor, atau
industri. Rumah mukim pada umumnya lebih kecil bila dibandingkan dengan kantor
atau industri.
Lapangan orlahraga di samping dicirikan oleh bentuk segi empat, lebih dicirikan
oleh ukurannya, yaitu sekitar 80 m x 100 m bagi lapangan sepak bola, sekitar 15
m x 30 m bagi lapangan tenis, dan sekitar 8 m x 15 m bagi lapangan bulu
tangkis.
Nilai kayu di samping ditentukan oleh jenis kayunya juga ditentukan oleh
volumenya. Volume kayu dapat ditaksir berdasarkan tinggi pohon, luas
hutan, serta kepadatan pohonnya, dan diameter batang pohon.
4. Tekstur
Tekstur adalah frekuensi perubahan atau pengolangan rona pada
citra. Dibedakan menjadi tiga tingkatan yaitu tekstur halus, sedang dan kasar.
Contoh:
Hutan bertekstur kasar, belukar bertekstur sedang, semak bertekstur halus.
Tanaman padi bertekstur halus, tanaman tebu bertekstur sedang, dan tanaman
pekarangan bertekstur kasar
Permukaan air yang tenang bertekstur halus.
5. Pola
Pola
adalah kecenderungan bentuk suatu obyek , misal pola aliarn sungai, jaringan
jalan dan pemukiman penduduk.
Pola atau susunan keruangan merupakan ciri bagi beberapa obyek alamiah.
Contoh:
Pola aliran sungai sering menandai bagi struktur geologi, litologi, dan jenis
tanah. Pola aliran trellis menandai struktur lipatan.
Pola aliran yang padat mengisyaratkan peresapan air kurang sehingga pengikisan
berlangsung efektif.
Pola aliran dendritik mencirikan jenis tanah atau jenis batuan serba sama
dengan sedikit atau tanpa pengaruh lipatan maupun patahan.
Pola aliran dendritik pada umumnya terdapat pada batuan endapan lunak, tufa
vulkanik, dan endapan tebal oleh gletser yang telah terkikis.
Permukiman transmigrasi dikenali dengan pola yang teratur, yaitu dengan rumah
yang ukuran dan jaraknya seragam, masing-masing menghadap jalan.
Kebun karet, kebun kelapa, kebun kopi dan sebagainya mudah dibedakan dari hutan
atau vegetasi lainnya dengan polanya yang teratur, yaitu dari pola serta jarak
tanamnya.
6. Bayangan
Bayangan
bersifat menyembunyikan detail atau obyek yang berada pada daerah gelap. Obyek
yang berada pada daerah gelap biasanya tidak terlihat atau hanya samar-samar.
Meskipun demikian bayangan sering menjadi kunci penting pada pengenalan
beberapa obyek yang justru lebih tampak pada bayangannya.
Contoh:
Cerobong asap, menara, tangki minyak, dan bak air yang dipasang tinggi lebih
tampak dari bayangannya.
Tembok stadion, gawang sepak bola, dan pagar keliling lapangan tenis pada foto
berskala 1:5.000 juga lebih tampak dari bayangannya.
Lereng terjal tampak lebih jelas dengan adanya bayangan
7. Situs
Situs merupakan tempat kedudukan suatu obyek terhadap obyek lain
di sekitarnya. Situs bukan merupakan ciri obyek secara langsung, melainkan
dalam kaitannya dengan lingkungan sekitarnya.
Situs diartikan dengan berbagai makna oleh para pakar.
Estes dan Simonet (1975), mengartikan situs sebagai letak suatu obyek terhadap
obyek lain di sekitarnya. Di dalam pengertian ini, Monkhouse (19740 menyebutkan
situasi, seperti misalnya letak kota (fisik) terhadap wilayah kota
(administratif), atau letak suatu bangunan terhadap persil tanahnya.
Oleh Vanzuidam (1979), situasi juga disebut situs geografi, yang diartikan
sebagai tempat kedudukan atau letak suatu daerah atau wilayah terhadap
sekitarnya.
Misalnya letak iklim yang banyak berpengaruh terhadap interpretasi citra untuk
geomorfologi.
Menurut Estes dan Simonet (1975), letak obyek terhadap bentang darat seperti
misalnya situs suatu obyek di rawa, di puncak bukit yang kering, di sepanjang
tepi sungai, dsb.
Situs semacam ini oleh Van Zuidam (1979) disebutkan situs topografi, yaitu letak
suatu obyek atau tempat terhadap daerah sekitarnya.
Situs ini berupa unit terkecil dalam suatu sistem wilayah morfologi yang
dipengaruhi oleh faktor situs seperti: (1) beda tinggi, (2) kecuraman lereng,
(3) keterbukaan terhadap sinar, (4) keterbukaan terhadap angin, (5)
ketersediaan air permukaan dan air tanah.
Lima faktor situs ini mempengaruhi proses geomorfologi maupun proses atau
perujudan lainnya.
Contoh:
Tajuk pohon yang berbentuk bintang mencirikan pohon palma. Mungkin jenis palma
tersebut berupa pohon kelapa, kelapa sawit, sagu, nipah, atau jenis palma
lainnya. Bila tumbuhnya menggerombol (pola) dan situsnya di air payau maka yang
tampak pada foto tersebut mungkin sekali nipah.
Situs kebun kopi terletak di tanah miring karena tanaman kopi menghendari
pengatusan air yang baik.
Situs permukiman memanjang pada umumnya pada igir beting pantai, pada tanggul
alam, atau di sepanjang tepi jalan.
8. Asosiasi
Asosiasi
dapat diartikan sebagai keterkaitan antara obyek yang satu dengan obyek yang
lain.
Karena adanya keterkaitan ini maka terlihatnya suatu obyek pada citra sering
merupakan petunjuk adanya obyek lain.
Contoh
Disamping ditandai dengan bentuknya yang berupa empat persegi panjang serta
dengan ukuran sekitar 100 x 80 m, lapangan sepakbola ditandai dengan adanya
gawang yang situsnya pada bagian tengah garis belakangnya. Lapangan sepak bola
berasosiasi dengan gawang. Kalau tidak ada gawangnya, lapangan itu bukan
lapangan sepak bola. Gawang tampak pada foto udara berskala 1:5.000 atau lebih
besar.
Stasiun kereta api berasosiasi dengan jalan kereta api yang jumlahnya lebih
dari satu (bercabang)
Gedung sekolah disamping ditandai oleh ukuran bangunan yang relatif besar serta
bentuknya yang menyerupai I, L, atau U, juga ditandai dengan asosiasinya terhadap
lapangan olah raga. Pada umumnya gedung sekolah ditandai dengan adanya lapangan
olah raga di dekatnya.
9. Konvergensi
Bukti
Di dalam mengenali sebuah obyek pada pada foto udara atau pada
citra lainnya, dianjurkan untuk tidak hanya menggunakan satu unsur interpretasi
citra.
Sebaiknya digunakan unsur interpretasi citra sebanyak mungkin. Semakin ditambah
jumlah unsur interpretasi citra yang digunakan, semakin menciut lingkupnya ke
arah titik simpul tertentu.
Inilah yang dimaksud dengan konvergensi bukti, atau bukti-bukti yang mengarah
ke satu titik simpul.
Sebagai contoh, misalnya pada foto udara terlihat tetumbuhan yang tajuknya
berbentuk bintang.
Pohon tersebut jelas berupa pohon palma, akan tetapi kemungkinannya masih cukup
luas. Mungkin palma tersebut berupa pohon kelapa, kelapa sawit, nipah, enau,
dan sagu.
Di dalam contoh ini terdapat lima kemungkinan berdasarkan satu unsur
interpretasi citra, yaitu berdasarkan bentuk tajuk saja.
Bila ditambah satu unsur interpretasi citra lagi misalnya pola, kemungkinannya
akan menjadi lebih menciut.
Misalnya saja tetumbuhan tersebut polanya tidak teratur, maka kemungkinan yang
lima itu menciut menjadi tiga yaitu nipah, enau, atau sagu.
Pohon kelapa dan kelapa sawit pada umumnya ditanam orang dengan pola tanam
yang teratur.
Kemungkinan yang tinggal tiga itu akan menciut bila ditambah dengan satu unsur
interpretasi lagi, misalnya ukuran.
Bila ukuran tetumbuhan tersebut 10 meter atau lebih, maka kemungkinannya
tinggal dua, yaitu enau atau sagu.
Nipah merupakan pohon palma yang tak berbatang yang tinggi tajuknya hanya
sekitar 3 meter atau kurang.
Bila ditambah satu unsur interpretasi citra lagi yaitu situsnya di tanah becek
dan berair payau, maka kemungkinan tersebut benar-benar menciut menjadi satu
titik simpul, yaitu bahwa yang tergambar pada foto tersebut tidak lain kecuali
sagu.
Enau merupakan tumbuhan darat yang tidak terdapat pada air payau.
J. KOMPONEN SIG
Pada dasarnya
istilah sistem informasi geografis merupakan gabungan dari tiga unsur pokok,
yaitu sistem, informasi, dan geografis. Sampai saat ini belum ada definisi baku
tentang SIG.
Pada dasarnya
komponen-komponen SIG secara lengkap terdiri atas perangkat keras, perangkat
lunak, data, dan manusia.
1) Perangkat Keras
Perangkat keras yaitu komponen SIG yang berupa perlengkapan yang mendukung
kerja SIG.
Perangkat keras ini terdiri atas seperangkat komputer seperti:
CPU
monitor,
digitizer,
scanner,
plotter,
CD Room,
floopy
flashdisk.
plastik transparan
bolpoin warna transparan.
2) Perangkat Lunak
Perangkat lunak yaitu komponen SIG yang berupa program-program yang mendukung
kerja SIG, seperti input data, proses data, output data, disamping program
kerja seperti mapinfo dan arc view.
3) Data
Masukan data bisa dilakukan jika data yang diperlukan telah tersedia. Kemudian
baru dilakukan pengelolaan data (mengumpulkan, memanipulasi, mengklasifikasi
dan analisis).
Tujuan akhir adalah mencetak hasilnya berupa peta, tabel, grafik.
Dalam SIG, data yang bisa diproses adalah data spasial.
Data spasial merupakan data yang mempresentasikan fenomena-fenomena yang
terdapat di permukaan bumi seperti data posisi dan koordinat.
Daata spasial dibedakan menjadi dua, yaitu data grafis dan data atribut.
Data spasial terdiri atas empat elemen gambar, yaitu tipe titik, garis, area,
dan permukaan.
Data atribut disebut juga data tabular atau tematik, yaitu suatu data yang
menunjukkan keterangan atau penjelasan dari data spasial.
Data atribut yang bersifat kuantitatif meliputi ordinal, interval, dan rasio.
4) Manusia
Komponen manusia sebagai pengguna, yaitu pelaksana yang bertanggungjawab dalam
proses pengumpulan, proses analisis, dan publikasi data geografis.
L.
TAHAPAN KERJA SIG
Adapun tahapan-tahapan kerja SIG, sebagai
berikut.
1. Pemasukan Data
Proses pemasukan data pada sistem Informasi Geografis bisa dilakukan dengan
berbagai cara, antara lain
a. Akuisisi
proses akuisisi, digitasi, pembangunan
topologi data, tabulasi, pemberian atribut, dan transformasi koordinat.
Proses akuisisi merupakan proses pemasukan dan
perekaman data yang kemudian diproses dalam komputer.
Langkah awal ini dilakukan dengan digitasi menggunakan perangkat keras
(hardware), seperti meja digitizer, scanner, serta komputer.
Selain hardware, proses pemasukan data ini juga membutuhkan software.
Salah satu software Sistem Informasi Geografis yang telah banyak digunakan oleh
beberapa instransi di Indonesia adalah PC Arc Info.
Dengan menggunakan perpaduan antara hardware dan software proses pemasukan data
bisa dilakukan.
b. Digitasi
Digitasi adalah proses pengubahan data
geografi menjadi data vektor. Model data vektor menampilkan, menempatkan, dan
menyimpan data spasial dengan menggunakan titik, garis, dan poligon. Data
spasialnya didefinisikan oleh sistem koordinat kartesian.
c. Topologi Data
Hasil konversi data analog ke format digital
melalui digitasi secara otomatis diperoleh topologi atau struktur data. Hasil
digitasi sebelum mempunyai struktur topologi disebut data mentah dan belum bisa
diproses untuk analisis.
d. Tabulasi
adalah
proses pemasukan data atribut melalui pembuatan tabel. Dari data tabulasi akan
membentuk basis data dalam komputer untuk digunakan pada pengolahan
selanjutanya.
e. Atribut
Apabila topologi data telah
terbentuk, langkah selanjutnya adalah memberikan identitas (ID) atau label pada
data-data tersebut.
f. Transformasi Koordinat
Transformasi koordinat
adalah proses penyesuaian koordinat geografi pada hasil digital yang dilakukan
sebelum atau sesudah proses editing.
2. Manajemen Pengelolaan Basis Data
Dalam subsistem ini dilakukan pengolahan data dasa. Adapun proses-proses yang
dilakukan antara lain:
a. Pengarsipan
Pengarsipan dilakukan untuk menyimpan
data-data yang nantinya akan dilakukan untuk analisis. Hal ini juga berguna
pada saat pemanggilan data kembali.
Pengarsipan ini tidak hanya pada data dasar hasil digitasi, tetapi juga pada
data dasar lain.
b. Pemodelan
Pemodelan merupakan inti dari bagaimana kita
memperlakukan data untuk analisis sesuai dengan keinginan pengguna. Pada
pemodelan, kita membuat konsep bagaimana membuat atau melakukan analisis
terhadan suatu data untuk memperoleh informasi baru.
Pemodelan ini mencerminkan pola pikir kita dalam melakukan analisis data. Pola
pikir ini sering digambarkan dalam diagram alir.
3. Manipulasi dan Analisis Data
Analisis data spasial dalam Sistem Informasi Geografis, antara lain:
a. Klasifikasi
Klasifikasi adalah proses mengelompokkan data
yang berasal dari peta dasar menjadi data spasial yang baru.
Contohnya mengklasifikasikan tata guna lahan untuk permukiman, pertanian,
perkebunan, atau hutan (peta tata guna lahan) berdasarkan analisis data
kemiringan atau data ketinggian (peta topografi)
b. Overlay
Overlay adalah proses menganalisis dan
mengintegrasikan dua atau lebih data spasial yang berbeda.
Contohnya, menganalisis daerah rawan erosi dengan meng-overlaykan (tumpang
susun) data ketinggian, jenis tanah, dan kadar air.
c. Networking
Networking adalah analisis yang bertitik tolak
pada jaringan yang terdiri atas garis-garis dan titik-titik yang saling
terselubung.
Analisis ini sering dipakai dalam berbagai bidang.
Misalnya, sistem jaringan telepon kabel listrik, pipa, minyak atau gas, pipa
air minum, atau saluran pembuangan.
d. Buffering
Buffering adalah proses analisis yang akan
menghasilkan buffer/penyangga yang berbentuk lingkaran atau poligon yang
melingkupi suatu objek sebagai pusatnya, sehingga kita bisa mengetahui berapa
parameter objek dan luas wilayahnya.
Buffer bisa digunakan misalnya untuk menentukan jalur hijau, menggambarkan zona
ekonomi eksklusif, mengetahui luas daerah yang mengalami tumpahan minyak di
laut, dan sebaginya.
e. Tiga Dimensi
Proses analisis tiga dimensi sering digunakan
untuk memudahkan pemahaman karena data divisualisasikan dalam bentuk tiga
dimensi.
Misalnya digunakan untuk menganalisis daerah yang akan terkenan aliran lava
jika gunung api diprediksi akan meletus.
4. Hasil/Keluaran
Hasil dari proses pengerjaan dengan Sistem Informasi Geografis ada berbagai
macam, seperti dalam bentuk hardcopy (peta, tabel, laporan) dan bentuk softcopy
(berupa informasi digital).
SKALA KONTUR, KONTUR INTERVAL DAN KEMIRINGAN LERENG
Kontur adalah garis yang menunjukkan ketinggian yang sama, Garis kontur biasanya terdapat pada peta topografi. Ciri-ciri kontur:
- tidak berpotongan
- satu garis menunjjukan satu ketinggian
- garis kontur rapat = lereng terjal/curam
- garis kontur renggang = lereng landai
- angak kontur menunjukkan interval (Ci)
- angka kontur dalam satuan meter
- lereng terjal cocok untuk wilayah konservasi/hutan dan PLTA
- lereng landai cocok untuk wilayah pemukiman, pertanian, dan jalur pendakian
a. Mencari skala peta dari garis kontur
Rumus:
Skala = Ci x 2.000 m
Ci adalah kontur interval / beda tinggi yang didapat dari pengurangan angka ketinggian kontur di garis atas dikurangi angka ketinggian kontur di garis yangbawahnya.
Contoh:
Diketahui dari sebuah peta, selisih garis antar kontur adalah 100 meter. Berapa skala peta tersebut?
a. 1 : 100.000
b. 1 : 150.000
c. 1 : 200.000
d. 1 : 250.000
e. 1 : 300.000
Jawab:
Ci = 100 meter
Skala = Ci x 2000 m
= 100 m x 2000 m
= 200.000
Jadi skala peta tersebut adalah 1:200.000
b. Mencari kontur interval/beda tinggi (Ci)
Rumus:
Ci = 1/2000 x skala
Contoh:
Diketahui skala peta topografi adalah 1:100.000. Berapa beda tinggi antar kontur dalam peta tersebut?
a. 5 meter
b. 50 meter
c. 55 meter
d. 500 meter
e. 555 meter
Jawab:
Ci = 1/2000 x skala
= 1/2000 x 100.000
= 50
Jadi, beda tinggi antar kontur dalam peta tersebut adalah 50 meter
c. Mencari tinggi kontur pada titik tertentu
Rumus:
{( d1/d2 ) x Ci} x Kc atau
{BC/AC x Ci} x Kc
d1 =jarak B-C pada peta
d2 =jarak A-C pada peta
Ci =kontur interval/beda tinggi
Kc =angka kontur C / di bawah jarak ke-1
Contoh:
Jarak antara kontur A ke kontur B pada peta adalah 5 cm, sedangkan jarak antara kontur B ke kontur C adalah 3 cm. Titik kontur A berketinggian 50 meter dan titik kontur C berketinggian 25 meter. Skala peta adalah 1:50.000. Berapa ketinggian kontur B pada peta tersebut?
a. 34,4 meter
b. 35,4 meter
c. 36,4 meter
d. 37,4 meter
e. 38,4 meter
Jawab:
Cari dahulu kontur intervalnya (Ci)
Ci = 1/2000 x skala
= 1/2000 x 50.000
= 25 meter
d1= B-C = 3 cm
d2 = A-C = (B-C) + (A-B) = 3 + 5 = 8 cm
Kx ={( d1/d2 ) x CI} x Kc
= {3/8 x 25 meter} x 25 meter
=75/8 x 25 meter
= 34,4 meter
Jadi, ketinggian titik B pada peta tersebut adalah 34,4 meter
d. Mencari beda tinggi dalam satuan persen (%)
Rumus:
Kemiringan lereng = Beda tinggi/jarak x 100 %
atau Kemiringan Lereng = Jarak Vertikal / Jarak Horizontal
Contoh;
Diketahui titik kontur X berketinggian 225 meter dan titik Y berketinggiann 125 meter. Jarak antara X-Y pada peta dengan skala 1:50.000 adalah 4 cm. Berapa persen kemiringan lereng X-Y?
a. 25 %
b. 20 %
c. 15 %
d. 10 %
e. 5 %
Jawab:
Rumus: (Beda Tinggi/jarak) x 100 %
1. Cari dulu beda tinggi atau jarak vertikal
Beda tinggi X-Y = 225 - 125 meter
= 100 meter
= 10.000 cm
2. Cari juga beda jarak atau jarak horizontal
Jarak X-Y pada peta 4 cm
Jarak sebenarnya= jarak x skala
= 4 x 50.000
= 200.000 cm
3 Sekarang masukan rumus Kemiringan Lereng
= (Beda tinggi / jarak) x 100 %
= (10.000/200.000) x 100 %
= 0,05 x 100 %
= 5 %
Jadi, kemiringan lereng X-Y adalah 5 %
e. Mencari beda tinggi dalam satuan derajat
Rumus:
Kemiringan lereng = ( Beda tinggi/jarak ) x 1 derajat
atau = ( Jarak Vertikal / Jarak Horizontal ) x 1 derajat
Contoh soal sama seperti di atas. Hanya saja satuan persen (%) diganti dengan satuan derajat.
Post a Comment