Notification

×

Iklan

Iklan

DPR Menari, Daerah Terhimpit, Rakyat Makin Sulit

Saturday, August 30, 2025 | 30 August WIB Last Updated 2025-08-30T14:26:38Z



Oleh: Kadarisman

Presidium Majelis Daerah KAHMI Tabalong


Rakyat mulai muak. Kemuakkan  itu mereka tumpahkan kepada DPR RI.  Aksi massa beberapa hari ini sebagai pengingat bahwa daulat sebuah negara hanya dimiliki rakyat, bukan DPR dan pemerintah. Lembaga legislatif dan eksekutif tidak lebih sebagai pihak yang "mengaruni"  dan pekerja publik. Rakyat dapat menarik paksa amanahnya melalui aksi aksi extra parlementer. Itu pernah dilakukan pada masa orde lama dan orde baru. Sejarah telah menulis dalam sejarah bangsa kita. 


Marahnya rakyat sangat beralasan. Bagaimana tidak, di saat rakyat hidup dalam keprihatinan, anggota DPR menari ria. Mereka mensyukuri guyuran tunjangan yang fantastis. Legislator  merasa berhasil memperdaya rakyat.  Tapi sayang, itu hanya sebatas perasaan yang kehilangan  empati. Rakyat tidak mudah dikangkangi. 


Di tengah efisiensi fiskal karena beban utang warisan yang luar biasa, hanya DPR yang tak tersentuh. Pada postur APBN 2026 DPR justru berhasil menaikkan anggarannya, padahal kualitas legislasi yang mereka kerjakan jauh dari harapan. 


Legislasi yang lolos dalam pembahasan pasti merupakan pesanan, jika tidak oligarki pastilah pesanan dalam upaya mengamankan kekuasaan. Parlemen yang isinya didominasi  partai Koalisi pemerintah dipastikan fungsi check and balance nya tidak jalan. Mereka tak lebih dari tukang stempel kebijakkan. 


Berbeda dengan daerah, tempat rumpun bangsa dan rakyat. Transfer ke Daerah (TKD)  yang menjadi sumber utama fiskal di daerah  dipangkas 25 hingga 29 persen. Anggaran DPR selalu gemuk, tapi daerah semakin kurus.  DPR makin makmur, daerah kain terjepit. 


Makmur nya DPR tidak lepas dari peran eksekutif di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto. Program - program yang tidak substantif namun populer di pemerintahan saat ini membutuhkan dukungan DPR, sekalipun sangat membebani APBN. Inilah alasan anggaran DPR tetap aman. 


Kompromi politik anggaran membuat kesenjangan yang tajam antara pusat dan daerah - daerah. APBN tidak lagi inklusif yang menyasar kepada rakyat di daerah tetapi berfokus pada kepentingan elit elit politik di pusat.  


Keadaan ini terbukti dengan menurun nya angka pertumbuham ekonomi di daerah, khususnya di Kalimantan Selatan secara year on year 2024 - 2025. Jika triwulan III  2025 pertumbuhan ekonomi kalsel di angka 5.23 persen, maka tahun 2025 turun ke angka 4,81 persen. Pertumbuhan ekonomi yang melambat di Kalsel tidak akan lepas dari kondisi di kabupaten dan kota, termasuk di Kabupaten Tabalong sendiri. 


Semakin APBN tidak inklusif semakin memicu ketimpangan pertumbuhan ekonomi di daerah. Ruang fiskal yang semakin susut membuat pertumbuhan ekonomi di daerah semakin sulit. Keadaan itu membuat pemerintah di daerah mengambil jalan pintas dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui pajak PBB dan retribusi. 


Penurunan pertumbuhan ekonomi di suatu bangsa atau daerah pasti berdampak dan berkorelasi terhadap peningkatan angka pengangguran dan kemiskinan. Jika ini tidak dikelola lebih extra, bisa saja rakyat menarik kepercayaannya kepada pemerintah setempat. 


Keadaan inilah membuat kepala daerah terjebak. Contoh terbaru adalah Kabupaten Pati, Jawa Timur. Bupati dengan jumawa menaikkan PBB P2 sebesar 250 persen yang berujung pada penolakkan dan pemakzulan, sebuah proses politik dalam memberhentikan bupati secara konstitusional oleh DPRD setempat. 


TKD yang di pangkas oleh pusat sejatinya menjadi sumber banyak kekisruhan yang terjadi di daerah, seperti di Jawa dan di Sulawesi. Kekisruhan tersebut diperparah oleh kepala daerah yang jumawa karena merasa memiliki kedaulatan dalam berkuasa. Padahal itu kesalahan fatal yang tak boleh terjadi. 


Jika sudah demikian pemerintah daerah pasti terhimpit. Bila serampangan mengambil kebijakkan pasti berdampak pada masyarakat makin sulit. Kondisi itu dapat memicu gerakkan rakyat untuk menggugat kepercayaan perwakilan yang pernah mereka berikan. 


Jika anggota DPR atau bahkan anggota DPRD di daerah tidak punya sensitifitas jangan berharap dapat menari dengan nyaman, karena rakyat pasti melawan. Oleh karena itu jangan buat masyarakat muak. *


Uploder: Tim


×
Berita Terbaru Update