Oleh Drs.H. Ahdiat Gazali Rahman.SH,MH.
Ketua Posko Bantuan Hukum LKHB ULM
Ketua Dewan Pendidikan, Ketua KB PII Kabupaten Hulu Sungai Utara.
Kita baru melaksanakan Pilkada secara serantak seluruh Indonesia, secara nasional yakni pada tanggal 27 Nopember 2024, memilih para ellit yang akan peminpin Daerah, bermacam ellit yang mengikuti, ada wajah lama yang berasal dan lama tinggal didaerah itu, ada ellit yang dari daerah lain, bahkan ada ellit nasional yang ikut meramaikan Pilkada tersebut.
Namun jika kita merenungkan dan mengamati ternyata pilkada kali ini sangat kurang Partifasi masyarakat, seperti mereka tidak suka dan tidak mau datang ke TPS dalam memberikan suaranya, hal ini bisa kita lihat di Pulau jawa yang penduduknya, sangat banyak yang datang dan melakukan pemilihan, menunaikan hak dalam pemilih peminpin daerahnya kurang dari 60 % Penduduknya.
Menurunnya para pemilih datang ke TPS dalam memberikan hak suaranya bisa disebabkan karena sering mereka melakukan pemilihan, sebab beberapa bulan kemarin mereka melakukan pemilihan Presiden, sebelumnya melakukan pemilihan legeslatif, maka ada sedikit kebosanan apalagi calon yang tampil hanya tokoh atau ellit tertantu saja.
Sebab tidak semua partai mencalonkan tokoh, banyak dari Parpol yang hanya ikut sebagai mengikur Partai lain, dalam bahasa tren disebut ikut berkualisi (bergabung dengan partai lain) walaupun sebuah tindakan yang sedikit berlawanan dengan UU Parpol , hal ini sebagaimana tertuang dalam UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK. Pasal 11 ayat (1) Partai Politik berfungsi sebagai sarana. dalam huruf (e). Rekrutmen politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui mekanisme demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender.
Menghapus Pilkada, diganti dengan Pemelihan Eksutif dan Kegaslatif..
Pilkada akan tetap terlaksanakan namun pelaksanaannya bukan seperti yang selama ini terjadi, jika melihat sejak pemilihan kepala Daerah, mengaktif semua rakyat yang dimulai setelah turn Soeharto, orang-orang sejarah menyebut setelah zaman reformasi, yakni dengan merubah Dasar Negara yakni UUD 1945 yakni BAB I BENTUK DAN KEDAULATAN Pasal 1 pada ayat (2) Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang Undang Dasar. ***)
BAB VI PEMERINTAH DAERAH Pasal 18 ayat (4) Gubernur, Bupati dan Walikota masingmasing sebagai Kepala Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota dipilih secara demokratis. **)
Dengan digantinya Istilah Pilkada dengan pemilihan Ekskutif atau Istilah lain, maka semua komponen dan partai akan bergerak, atau dimohon akan bergerak dimulai dari pusat hingga daerah, sekadar mencontoh, semua partai akan terlibat baik mencalonkan Presiden, Gubernur dan WaliKota dan Bupati, partai yang tidak melakukan pencalonan berarti partai gagal melaksanakan Fungsinya sebagaimana bunyi UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK. Pasal 11 ayat (1) Partai Politik berfungsi sebagai sarana dalam huruf (e). Rekrutmen politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui mekanisme demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender.
Harapan semua Partai peserta Pemilu baik yang mendapat suara banyak atu tidak banyak, wajib mencalonkan, apakah Presiden, Gubernur, Buapati dan Wali Kota, sehingga akan terlihat semua partai akan sibuk dan tidak ada partai yang hanya ikut nebeng dalam rangka pemilhan, karena menjadi partai penggembira, dengan kata popoler sekarang ikut berkualisi. Seharusnya kita mulai menghilangkan cara berkualisi, hal ini sebagaimana Perintah UU Parpol tersebut diatas.
Peran Ellit.
Masing-masing Ellit akan perjuangan meraih kemenagan, sehingga tidak akan terlihat Ellit yang melakukan Cawe-cawe, karena mereka berpikir dan berjuang untuk mendapatkan dukungan rakyat, jika Presiden, maka seluruh rakyat yang harus mengenalnya, jika gubernur maka warga wilayahnya yang harus didekati sesuai hokum yang berlaku, demikian Kabupaten dan Kotamadya masing ellit mendekati warga agar mau mendukung tokoh agar mendapatkan suara dalam pemihan, demikian semua ellit parpol akan menjadi sangat sibuk, sebab ellit di pusat yang dicalonkan menjadi Presiden oleh Partainya, akan ikut menentukan memilih calon Gubernur dan Bupati sarta Walikota, maka pasti akan terlihat banyak calon baik Presiden, Gubernur, Bupati dan Walikota yang akan terlibat dan pemilihan ini, tidak seperti sekarang ada calon yang hanya melawan kotak kosong, karena semua Parpol hanya mencolonkan satu pasangan saja. Tidak ada lawan yang dapat bertanding. Parpol yang memang mencolonkan kadernya akan dibuat sibuk, sementara parpol yang hanya ikut menjadi kualisi hanya sebagai partai yang diam, tidak berjuang untuk kemenangan calonnya, Parpol hanya dipakai untuk berjuang menutup kesempatan pada tokoh atau Ellit tertantu yang dianggap dapat merubah perolehan suara.
Jika Pemilihan menggunakan cara lain yakni dengan menyatukan Parpol dari Pusat hingga daerah, yang parpol itu wajib mencalonkan anggotanya dalam ikut pelihan Ekskutif, maka akan terjadi apakah Presiden, Gubernur, hingga Bupati Walikota, akan berjuangan agar mem peroleh kemenangan. Tidak akan terlihat tokoh-tokoh atau Ellit Nasional yang akan ikut dalam perjuanagan pada pemilihan kepala daerah dan berlaku sebaliknya, karena masing-masing mereka menyibukan diri dalam rangka mendapatkan kepercayaan oleh masyarakatnya. Sebagai contoh jika pemilihan menggunakan cara yang kita usulkan, tentu akan terlhat Parpol A yang akan mencalonkan Presiden B, Gubernur, C, Bupati D, dan Walikota F, demikian partai lain, maka akan terlhat betepa banyak calon Presiden, Gubernur , Bupati dan Walikota, karena masing-masing parpol mencalonkan sendiri-sendiri, masyarakat memperoleh banyak pilihan dalam memberikan haknya, bukan seperti sekarang walaupun ada kebebsan tapi dalam bentuk keterbatasan, karena ada pembatasan yang dilakukan oleh parpol atau penguasa, sehingga Ellit yang potensi hilang kesempatan dalam meraih posisi sebagai calon pimpinan.
Hilangkan Kebosanan.
Pemilihan tetap dilaksanakan sekali dalam lima tahun, tapi hanya dua kali pemilihan yakni pemelihan Legaslatif (DPR, DPD, DPRD) dan pemilhan Ekskutif (mulai dari Presiden, Gubernur, Bupati, Walikota) masyarakat hanya diberi hak menyalurkan aspirasinya memilih Pimpinan dari Pusat hingga Daerah dengan banyak pilihan, sebagaimana banyaknya Parpol yang ikut pemilu. Tidak seperti sekarang banyak parpol namun dalam pemilihan Presiden dan para pemimpin daerah yang dicalonkan sangat sedikit bahkan terkesan hanya orang-orang tertantu, keluargga terntu, suku tertantu, sehingga melahirkan kebosanan pada masyarakat yang memilih. Karena yang dimunculkan dalam pencalonan hanya terbatas orang-orang tertantu, yang membuat masyarakat bosan dalam pemilihan itu. Bujurlah ini.
Menghapus Pilkada
Oleh Drs.H. Ahdiat Gazali Rahman.SH,MH.
Ketua Posko Bantuan Hukum LKHB ULM
Ketua Dewan Pendidikan, Ketua KB PII Kabupaten Hulu Sungai Itara.
Kita baru melaksanakan Pilkada secara serantak seluruh Indonesia, secara nasional yakni pada tanggal 27 Nopember 2024, memilih para ellit yang akan peminpin Daerah, bermacam ellit yang mengikuti, ada wajah lama yang berasal dan lama tinggal didaerah itu, ada ellit yang dari daerah lain, bahkan ada ellit nasional yang ikut meramaikan Pilkada tersebut. Namun jika kita merenungkan dan mengamati ternyata pilkada kali ini sangat kurang Partifasi masyarakat, seperti mereka tidak suka dan tidak mau datang ke TPS dalam memberikan suaranya, hal ini bisa kita lihat di Pulau jawa yang penduduknya, sangat banyak yang datang dan melakukan pemilihan, menunaikan hak dalam pemilih peminpin daerahnya kurang dari 60 % Penduduknya. Menurunnya para pemilih datang ke TPS dalam memberikan hak suaranya bisa disebabkan karena sering mereka melakukan pemilihan, sebab beberapa bulan kemarin mereka melakukan pemilihan Presiden, sebelumnya melakukan pemilihan legeslatif, maka ada sedikit kebosanan apalagi calon yang tampil hanya tokoh atau ellit tertantu saja, sebab tidak semua partai mencalonkan tokoh, banyak dari Parpol yang hanya ikut sebagai mengikur Partai lain, dalam bahasa tren disebut ikut berkualisi (bergabung dengan partai lain) walaupun sebuah tindakan yang sedikit berlawanan dengan UU Parpol , hal ini sebagaimana tertuang dalam UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK. Pasal 11 ayat (1) Partai Politik berfungsi sebagai sarana. dalam huruf (e). Rekrutmen politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui mekanisme demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender.
Menghapus Pilkada, diganti dengan Pemelihan Eksutif dan Kegaslatif..
Pilkada akan tetap terlaksanakan namun pelaksanaannya bukan seperti yang selama ini terjadi, jika melihat sejak pemilihan kepala Daerah, mengaktif semua rakyat yang dimulai setelah turn Soeharto, orang-orang sejarah menyebut setelah zaman reformasi, yakni dengan merubah Dasar Negara yakni UUD 1945 yakni BAB I BENTUK DAN KEDAULATAN Pasal 1 pada ayat (2) Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang Undang Dasar. ***)
BAB VI PEMERINTAH DAERAH Pasal 18 ayat (4) Gubernur, Bupati dan Walikota masingmasing sebagai Kepala Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota dipilih secara demokratis. **)
Dengan digantinya Istilah Pilkada dengan pemilihan Ekskutif atau Istilah lain, maka semua komponen dan partai akan bergerak, atau dimohon akan bergerak dimulai dari pusat hingga daerah, sekadar mencontoh, semua partai akan terlibat baik mencalonkan Presiden, Gubernur dan WaliKota dan Bupati, partai yang tidak melakukan pencalonan berarti partai gagal melaksanakan Fungsinya sebagaimana bunyi UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK. Pasal 11 ayat (1) Partai Politik berfungsi sebagai sarana dalam huruf (e). Rekrutmen politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui mekanisme demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender.
Harapan semua Partai peserta Pemilu baik yang mendapat suara banyak atu tidak banyak, wajib mencalonkan, apakah Presiden, Gubernur, Buapati dan Wali Kota, sehingga akan terlihat semua partai akan sibuk dan tidak ada partai yang hanya ikut nebeng dalam rangka pemilhan, karena menjadi partai penggembira, dengan kata popoler sekarang ikut berkualisi. Seharusnya kita mulai menghilangkan cara berkualisi, hal ini sebagaimana Perintah UU Parpol tersebut diatas.
Peran Ellit.
Masing-masing Ellit akan perjuangan meraih kemenagan, sehingga tidak akan terlihat Ellit yang melakukan Cawe-cawe, karena mereka berpikir dan berjuang untuk mendapatkan dukungan rakyat, jika Presiden, maka seluruh rakyat yang harus mengenalnya, jika gubernur maka warga wilayahnya yang harus didekati sesuai hokum yang berlaku, demikian Kabupaten dan Kotamadya masing ellit mendekati warga agar mau mendukung tokoh agar mendapatkan suara dalam pemihan, demikian semua ellit parpol akan menjadi sangat sibuk, sebab ellit di pusat yang dicalonkan menjadi Presiden oleh Partainya, akan ikut menentukan memilih calon Gubernur dan Bupati sarta Walikota, maka pasti akan terlihat banyak calon baik Presiden, Gubernur, Bupati dan Walikota yang akan terlibat dan pemilihan ini, tidak seperti sekarang ada calon yang hanya melawan kotak kosong, karena semua Parpol hanya mencolonkan satu pasangan saja. Tidak ada lawan yang dapat bertanding. Parpol yang memang mencolonkan kadernya akan dibuat sibuk, sementara parpol yang hanya ikut menjadi kualisi hanya sebagai partai yang diam, tidak berjuang untuk kemenangan calonnya, Parpol hanya dipakai untuk berjuang menutup kesempatan pada tokoh atau Ellit tertantu yang dianggap dapat merubah perolehan suara.
Jika Pemilihan menggunakan cara lain yakni dengan menyatukan Parpol dari Pusat hingga daerah, yang parpol itu wajib mencalonkan anggotanya dalam ikut pelihan Ekskutif, maka akan terjadi apakah Presiden, Gubernur, hingga Bupati Walikota, akan berjuangan agar mem peroleh kemenangan. Tidak akan terlihat tokoh-tokoh atau Ellit Nasional yang akan ikut dalam perjuanagan pada pemilihan kepala daerah dan berlaku sebaliknya, karena masing-masing mereka menyibukan diri dalam rangka mendapatkan kepercayaan oleh masyarakatnya. Sebagai contoh jika pemilihan menggunakan cara yang kita usulkan, tentu akan terlhat Parpol A yang akan mencalonkan Presiden B, Gubernur, C, Bupati D, dan Walikota F, demikian partai lain, maka akan terlhat betepa banyak calon Presiden, Gubernur , Bupati dan Walikota, karena masing-masing parpol mencalonkan sendiri-sendiri, masyarakat memperoleh banyak pilihan dalam memberikan haknya, bukan seperti sekarang walaupun ada kebebsan tapi dalam bentuk keterbatasan, karena ada pembatasan yang dilakukan oleh parpol atau penguasa, sehingga Ellit yang potensi hilang kesempatan dalam meraih posisi sebagai calon pimpinan.
Hilangkan Kebosanan.
Pemilihan tetap dilaksanakan sekali dalam lima tahun, tapi hanya dua kali pemilihan yakni pemelihan Legaslatif (DPR, DPD, DPRD) dan pemilhan Ekskutif (mulai dari Presiden, Gubernur, Bupati, Walikota) masyarakat hanya diberi hak menyalurkan aspirasinya memilih Pimpinan dari Pusat hingga Daerah dengan banyak pilihan, sebagaimana banyaknya Parpol yang ikut pemilu. Tidak seperti sekarang banyak parpol namun dalam pemilihan Presiden dan para pemimpin daerah yang dicalonkan sangat sedikit bahkan terkesan hanya orang-orang tertantu, keluargga terntu, suku tertantu, sehingga melahirkan kebosanan pada masyarakat yang memilih. Karena yang dimunculkan dalam pencalonan hanya terbatas orang-orang tertantu, yang membuat masyarakat bosan dalam pemilihan itu. Bujurlah ini.