Notification

×

Iklan

Iklan

LGBT Sebuah Harapan atau Kesengsaraan

Wednesday, May 18, 2022 | 18 May WIB Last Updated 2022-05-18T10:19:24Z




Oleh H. Ahdiat Gazali Rahman

Pemerhati Sosial Budaya  Tinggal Di Amuntai


LGBT adalah singkatan dari “Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender L - lesbian: seorang perempuan yang tertarik dengan perempuan lain.G - gay: seorang pria yang tertarik dengan pria lain atau sering dipakai untuk menggambarkan homoseksual.B - bisexual: orang tertarik baik kepada pria dan perempuan.T - transgender: orang yang identitas gendernya bukan laki-laki dan perempuan atau berbeda dengan yang biasa ditulis dokter di sertifikat kelahiran. Sebenarnya LGBT seperti ini bukan terjadi sekarang tapi sudah pernah terjadi beberapa abad silam, tepatnya pada zaman  kaum Nabi Luth AS yang dikenal sebagai kaum penyuka sesama jenis (homoseksual), dan berachir dengan turunnya Azab dari Allah. 

Di achir ini kegiatan LGBT seolah mendapatkan angin segar karena berlndung dalam beberapa ketentuan perundangan seperti yang selama ini mereka gaungkan, seperti berlindung pada Negara Indonesia yang menjamin kebebasan, sebagai salah satu negara hukum (Rechtstaat) yang bisa menjamin kebebasan berekspresi dalam UUD 1945 Amendemen II, yaitu Pasal 28 E ayat (2) yang menyatakan, "Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya".Selanjutnya, dalam ayat (3) diyatakan, "Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat."

Dasar pemikiran mereka.

Kelompok LGBT di bawah payung “Hak Asasi Manusia” meminta masyarakat dan Negara untuk mengakui keberadaan komunitas ini, bila kita melihat dari Konstitusi yakni dalam Pasal 28 J Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan sebagai berikut :

(1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

(2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia secara lebih dalam mengatur mengenai kebebasan berekspresi tersebut, dalam Pasal 22 ayat (3) Undang-Undang itu menyebutkan, "Setiap orang bebas mempunyai, mengeluarkan, dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya secara lisan atau tulisan melalui media cetak maupun media cetak elektronik dengan memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan bangsa." Dalam Pasal 70 yang menyatakan sebagai berikut :“Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan oleh Undang-undang dengan maksud untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis”. Dan Pasal 73 Undang-Undang HAM yang menyatakan “Hak dan kebebasan yang diatur dalam Undang-undang ini hanya dapat dibatasi oleh dan berdasarkan undang-undang, semata-mata untuk menjamin pengakuan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia serta kebebasan dasar orang lain, kesusilaan, ketertiban umum, dan kepentingan bangsa”.


Realitas masyarakat sesuai aturan.

Memang benar, setiap manusia mempunyai kebebasan masing–masing, tetapi jika ditelaah lebih dalam bahwa kebebasan yang dimiliki berbanding lurus dengan batasan yang harus dipenuhi pula, seperti apakah melanggar agama, kesusilaan, kepentingan umum, hingga keutuhan bangsa ?

Pada kenyataanya, dengan banyaknya yang memperbincangkan mengenai status kaum berbendera pelangi ini mengarahkan pada satu kesimpulan, masyarakat Indonesia merasa keamanan dan ketertiban mereka terancam. Sebagaimana menurut UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada amendemen II sudah secara tegas memasukkan hak atas rasa aman ini di Pasal 28A- “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya".’Pasal 28I (1) “Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak ber agama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun”.’

Banyaknya ’penduduk Indonesia yang masih hidup normal, tidak ingin dikotori oleh prilaku LGBT sehingga seolah mereka bagian dari kaum tersebut  yang tidak ingin mereka inginkan, Negara kita adalah yang menganut Dasar Negara yang berKetuhanan Yang maha Esa, yang berarti penduduk negeri ini semua harus tunduk dan patuh pada agama yang diyakininya, pertanyaannya adakah ajaran agama.




×
Berita Terbaru Update