![]() |
| Kegiatan tradisi masyarakat Kotabaru |
KOTABARU- Terik matahari Minggu (21/12) sore di Desa Sarang Tiung tak menyurutkan langkah ribuan orang. Wangi dupa samar-samar tercium di antara aroma asin udara pantai.
Hari itu, Festival Budaya Wisata Kampung Nelayan 2025 mencapai puncaknya. Sebuah ritual kuno bertajuk Massalama Ritasi’e kembali digelar, memanggil pulang rasa syukur masyarakat pesisir ke haribaan Sang Pencipta.
Suasana khidmat begitu terasa saat prosesi dimulai. Namun, ada pemandangan menarik yang mencuri perhatian warga.
Di tengah kerumunan tokoh adat dan pejabat daerah, tampak Kepala Dinas Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga (Disparpora) Kotabaru, Sonny Tua Halomoan, tak sekadar hadir secara seremonial.
Ia tak ragu ikut berbaur, bahkan ikut naik ke atas rakit apung utama, membersamai para sesepuh adat di bawah payung doa.
Bagi masyarakat nelayan Sarang Tiung, Massalama Ritasi’e bukan sekadar pesta pora. Secara harfiah, ia bermakna selamatan di atas laut. Di atas rakit besar yang memuat sesajen simbolis mulai dari ketan warna-warni hingga kepala sapi tertitip harapan agar laut tetap murah hati memberikan rezeki bagi anak cucu.
Momen paling ikonik terjadi saat rakit mulai bergerak ke tengah laut. Sonny Tua Halomoan tampak berdiri tegak di atas rakit bersama lebih dari 30 orang pengawal sesajen.
Di belakang mereka, puluhan kapal nelayan yang dihias cantik mengekor dengan tertib. Ada aturan tak tertulis yang dijunjung tinggi, tak satupun kapal boleh mendahului rakit utama. Melanggar artinya menantang petaka, sebuah kearifan lokal yang menjaga ketertiban di tengah euforia.
“Luar biasa. Merasakan langsung getaran di tengah laut bersama para nelayan adalah pengalaman yang magis. Ini bukan sekadar tugas kedinasan, tapi bentuk penghormatan kita pada akar budaya Bumi Saijaan,” ungkap Sonny dengan wajah yang masih basah oleh percikan air laut.
Setelah menempuh jarak dua kilometer, ritual mencapai puncaknya di tengah laut. Di sana, Sonny ikut serta dalam tradisi makan bersama di atas air sebuah simbol kebersamaan tanpa sekat. Satu piring dinikmati bersama di atas hamparan air yang selama ini menghidupi warga.
Kehadiran Sonny yang langsung terjun ke titik paling sakral ini menjadi sinyal kuat komitmen Disparpora. Seperti yang ditekankan Wakil Bupati Kotabaru, Syairi Mukhlis, kolaborasi budaya dan pariwisata adalah masa depan Kotabaru.
Di tangan Sonny, tradisi Massalama Ritasi’e tak lagi sekadar ritual kampung, melainkan narasi besar pariwisata yang dikemas dengan penuh rasa hormat terhadap adat.
Hari itu, di tengah deburan ombak Sarang Tiung, Sonny Tua Halomoan telah menunjukkan bahwa cara terbaik menjaga tradisi adalah dengan ikut merasakannya langsung dari atas rakit perjuangan para nelayan.
Reporter: Jumadil.
